PSHT Dalam Seratus Tahun Kejayaan (Satu Abad PSHT) 1922–2022

PSHT dalam Seratus Tahun Kejayaan
PSHT dalam Seratus Tahun Kejayaan

Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) adalah organisasi olahraga di bidang bela diri tradisional indonesia yaitu pencak silat. Organisasi PSHT identik dengan warna hitam, hal itu dapat terlihat dari warna dasar logo dan baju latihan yang dikenakannya. PSHT tergabung dalam keanggotaan IPSI dan tercatat dalam website resmi Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI) sebagai perguruan pencak silat historis pendiri IPSI.

10 perguruan pencak silat yang turut andil dalam terbentuknya IPSI adalah:

  1. Persaudaraan Setia Hati (PSH)
  2. Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT)
  3. Perisai Diri
  4. Perguruan Silat Nasional Perisai Putih
  5. Tapak Suci Muhammadiyah
  6. Phasajha Mataram
  7. Harimurti
  8. Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI)
  9. Persatuan Pencak Silat Putra Betawi
  10. Keluarga Pencak Silat Nusantara

Baca Juga: Sakral PSHT: 7 Makna, Bagian, Ciri Khas Falsafah Persaudaraan Kekal dan Abadi

Bacaan Lainnya

Sebelum dikenal oleh kalangan luas seperti saat ini, silat awalnya merupakan legenda dari Minangkabau yang diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan. Lalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dalam perjalanan sejarah silat itu sendiri, Persaudaraan Setia Hati Terate menjadi aliran silat tertua yang ada di Indonesia sejak tahun 1922.

Hal yang dikedepankan dari PSHT adalah persaudaraan. Kata persaudaraan ini memiliki tempat khusus dalam sistem keanggotaan PSHT. Warna dasar hitam pada atribut PSHT sendiri merujuk pada pemaknaan “Persaudaraan” sebagai hal yang kekal dan abadi.

Berbicara tentang istilah “persaudaraan” yang dicanangkan dalam penamaan PSHT, kata atau istilah tersebut memiliki sejarahnya sendiri. Perlu waktu bertahun-tahun sampai akhirnya PSHT yang dikenal sekarang menggunakan kata “persaudaraan” untuk mendefinisikan eksistensinya.

PSHT mengikuti perkembangan dengan mengubah cara latihan, mendesain ulang atribut, dan sebagainya. Terlepas dari perkembangan dan perubahan kecil yang dialami dari masa ke masa, semboyan PSHT tetaplah sama. Semboyan ini senantiasa diingatkan kepada para anggota, termasuk saat perayaan 100 tahun PSHT oleh Ardiansyah yang dikutip dari website Kabupaten Kutai Timur, pro.kutaitimurkab.go.id.

Selama matahari masih terbit dari timur, selama bumi masih dihuni manusia. Selama itu pula Persaudaraan Setia Hati Terate akan tetap jaya abadi selamanya.

Urutan tingkatan sabuk PSHT dimulai dari hitam polos, merah muda jambon, hijau, lalu putih. Tingkatan selanjutnya adalah pengesahan menjadi warga PSHT. Tujuan dari pendidikan dalam organisasi pencak silat PSHT adalah mendidik manusia berbudi luhur, tahu benar dan salah.

Dari SH PSC Menjadi PSHT

Menurut catatan di situs website shterate.or.id yang menuliskan sejarah PSHT, organisasi yang menaungi para pendekar pencak silat tersebut resmi berdiri pada tahun 1922 di Madiun yang sampai sekarang masih menjadi pusatnya. Ki Hadjar Hardjo Oetomo adalah tokoh kunci dari berdirinya Persaudaraan Setia Hati Terate. Selain sebagai pendiri PSHT, Ki Hadjar Hardjo Oetomo juga merupakan salah satu pahlawan perintis kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebelum dikenal dengan nama Persaudaraan Setia Hati Terate yang merupakan kepanjangan PSHT, pada awalnya organisasi ini bernama Setia Hati Sport Club (SH PSC). Berdirinya SH PSC ini agaknya mengundang kecurigaan kolonial Belanda yang menganggap SH PSC sebagai wadah perlawananan penduduk lokal melalui latihan pencak Silat. Hal tersebut akhirnya membuat Ki Hadjar Hardjo Oetomo dibuang ke Jember, Cipinang, dan Padanglarang.

Ki Hadjar Hardjo Oetomo ditangkap oleh pemerintah belanda pada tahun 1925, tiga tahun setelah mendirikan SH PSC. Ia ditahan selama 15 tahun lalu mengaktifkan lagi kegiatan SH PSC yang pernah ia dirikan. Hal tersebut terus bertahan hingga memasuki tahun 1942, bersamana dengan Jepang menjajah Indonesia.

Di tahun yang sama, 1942, Soeratno Soerengpati yang merupakan tokoh Pergerakan Indonesia Muda mengusulkan untuk mengganti nama SH Terate menjadi Setia Hati Terate. Pada saat diusulkan pertama kali, SH Terate bersifat perguruan tanpa organisasi.

Baca Juga: Mukadimah PSHT – Makna dan Arti Persaudaraan Setia Hati Terate

Barulah pada tahun 1948 SH Terate ditetapkan sebagai organisasi PSHT. Penetapan tersebut dinyatakan dalam konferensi yang diprakarsai oleh Soetomo Mengkoedjojo, Darsono, dan tokoh lainnya di kediaman Ki Hadjar Hardjo Oetomo di kediamannya, Pilangbango, Madiun. Itulah salah satu yang mendasari Madiun sebagai pusat organisasi sekaligus berdirinya organisasi PSHT.

Konferensi yang dilakukan di Pilangbango, Madiun, tersebut menghasilkan struktur sederhana. Organisasi PSHT diketuai oleh Oetomo Mangkoewidjojo dengan Darsono sebagai wakil ketua.

Ketua Umum PSHT Dari Masa Ke Masa 1922–2022

Ketua Umum PSHT 1922–2022
Ketua Umum PSHT 1922–2022

Menurut catatan dari ilmusetiahati.com, berikut adalah Nama Ketua Umum PSHT yang sah selama satu abad perjalanan.

  1. Ki Hadjar Hardjo Oetomo, Perintis SH Terate (1922)
  2. Soemo Soedarjo, Hoofd Leader SH PSC (1941–1943)
  3. Hassan Soewarno, Hoofs Leader SH PSC (1943–1945)
  4. Hardjo Mardjoet, Hoofd Leader SH PSC (1945–1951)
  5. Santoso Kartoatmodjo, Ketua Umum SH Terate (1951–1953 & 1958–1966)
  6. Soetomo Mangkoedjojo, Ketua Umum SH Terate (1953–1956 & 1966–1974)
  7. Irsad Hadi Widagdo, Ketua Umum SH Terate (1956–1958)
  8. Imam Koesoepangat, Ketua Umum SH Terate (1974–1977)
  9. Badini, Ketua Umum SH Terate (1977–1981)
  10. Tarmadji Boedi Harsono, Ketua Umum SH Terate (1981–2014)
  11. Richard Simorangkir, Ketua Umum SH Terate (2014)
  12. Muhammad Taufiq, Ketua Umum SH Terate (2016–2021).

Cerita di Balik Pencetus 90 Senam Dasar PSHT

Irsad Hadi Widagdo adalah tokoh sejarah di balik terciptanya materi pokok PSHT. Materi pokok PSHT itu antara lain jurus, kripen, dan senam. Irsad  adalah sesepuh dari Persaudaraan Setia Hati Terate yang berjasa dalam pengembangan teknik pencak silat PSHT.

Senam Dasar PSHT yang berjumlah 90 sampai saat ini masih digunakan sebagai materi wajib dalam PSHT. Ini merupakan hasil kreasi yang memiliki tujuan supaya memudahkan siswa PSHT mempelajari jurus.

Irsad adalah satu dari murid yang dididik langsung oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo beliau adalah Derde Trap (tingkat 3e) dan memiliki jabatan sebagai Dewan Pelatih 2 PSHT masa jabatan tahun 1951–1961. Ia dikenal sebagai pendekar PSHT yang menguasai teknik bela diri yang andal.

Perombakan gerakanan serangan dilakukan oleh Irsyad guna menemukan teknik yang efisien dan seefektif mungkin. Ia menggali teknik dna keakuratan gerakan tipe serangan seperti mengkaji ulang gerakan pada jurus tertentu.

Beberapa gerakan jurus dalam PSHT kemudian diakurasi ulang oleh Irsyad. Sementara itu, untuk mendasari latihan jurus-jurus tangan kosong PSHT yang berjumlah 35 (36 setelah disahkan sebagai warga) maka diciptakanlah gerakan senam yang berjumlah 90.

RM Imam Koesoepangat (Mas Imam), adalah salah satu murid yang menerima materi senam dasar 1–90 langsung dari Irsyad. Mas Imam memulai debut latihannya di PSHT pada tahun 1953. Ia berada di bawah kepelatihan Irsyad selama tiga tahun. Ia kemudian disahkan sebagai Pendekar SH Terate pada tahun 1958. RM Imam koesoepangat wafat pada 7 Juni 1974 dan dimakamkan di Sinaraga, Bandung.

Kontribusi Irsyad dalam PSHT sangat besar baik dalam maksud sebagai organisasi ataupun pencak silat itu sendiri. Keputusan mengenai adanya Kode Pendekar SH Terate, misalnya. Kode ini memiliki peranan yang sangat penting untuk para warga mengenal satu sama lain, melihat kondisi warga saat itu sudah sangat banyak dan tidak mengenal satu sama lain. Melalui Kode Pendekar SH Terate yang dikonsep oleh Irsyad, seorang warga bisa mendeteksi secara akurat apakah orang tersebut adalah warga SH Terate atau bukan. Cara tersebut terbilang efektif karena tidak perlu dilakukan dengan cara basa-basi, cukup memberikan kode saja.

Fungsi lain dari Kode Pendekar SH Terate tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi kebohongan. Kebohongan yang dimaksud adalah ketika ada seseorang yang mengaku sebagai warga PSHT maka kode tersebut bisa digunakan untuk mendeteksi kebenarannya.

PSHT Semakin Harum Bersama Tarmadji

Tarmadji Boedi Harsono adalah salah satu ketua umum PSHT yang memiliki masa jabatan antara 1981 sampai 2014. Ia memiliki peranan besar dalam dunia kompetisi pencak silat dan sejarah panjang PSHT.

Pada tahun 1958, Tarmadji kecil yang saat itu berusia 12 tahun menonton pertandingan seni bela diri di halaman rumah dinas walikota Madiun. Acara tersebut merupakan kegiatan rutin yang diadakan setiap tahun untuk menyambut hari kemerdekaan. Ia sempat menyaksikan pendekar dari perguruan setempat naik panggung untuk unjuk ketangkasan dalam permainan jurus. Malam itu, Tarmadji mendapati dirinya dalam perasaan kagum.

Kekaguman di benak Tarmadji memunculkan obsesi untuk ikut belajar pencak silat. Ditambah rasa penasaran seorang anak-anak yang semakin menyulut obsesinya, ia akhirnya mendatangi tempat latihan yang tidak jauh dari rumah. Ia mendatangi sebuah Pavilun, rumah keluarga RM Koesoepangat yang bersebelahan dengan Pendapa Kabupaten Madiun, yang merupakan sanggar latihan PSHT. Namun usaha Tarmadji berujung penolakan.

PSHT kala itu memiliki satu tata tertib yang membuat Tarmadji kecil mendapat penolakan: batas minimal usia siswa adalah 17 tahun. Setidaknya usia SLTA barulah Tarmadji akan diperbolehkan. Penolakan itu tentunya membuat dirinya sedih.

Ia menunggu berjalannya waktu dengan penuh harap untuk bisa mengikuti latihan PSHT. Setahun berlalu, hal baik datang kepada dirinya tanpa diduga. Setelah sebelumnya ditolak karena usianya belum matang secara administrasi, pada tahun 1959 ia diajak untuk mengikuti latihan oleh RM Abdullah Koesnowidjoyo (Mas Gegot) yang merupakan adik kandung dari Mas Imam. Mas Gegot berharap agar Tarmadji menemaninya latihan PSHT. Tentunya hasil yang Tarmadji dapat bukan tanpa syarat, ia hanya diperbolehkan menempati barisan paling belakang. Tarmadji menyanggupinya.

Ketekunan yang dimiliki Tarmadji menjadikan Mas Imam menaruh perhatian kepadanya. Ia sering mendapat ajakan dari Mas Imam untuk ikut tirakatan di suatu tempat yang padahal saat itu Tarmadji belum menjadi warga PSHT.

Pergaulan Tarmadji dengan Mas Imam membuka pemahaman baru untuknya. Tarmadji yang mulanya hanya rakyat biasa kini mulai belajar tata krama dan rutinitas layaknya seorang bangsawan. Termasuk adab makan minum dan bertamu.

Setiap mau tirakatan, RM Imam Koesoepangat berpesan kepada Tarmadji. Pesan tersebut kemudian menjadi falsafah PSHT yang cukup dikenal.

“Jika kamu ingin hidup bahagia, kamu harus rajin melakukan tirakat. Disiplin mengendalikan dirimu sendiri dan jangan hanya mengejar kesenangan hidup. Nek sing mokgoleki senenge, bakal ketemu sengsarane. Kosokbaline, nek sing mokgoleki sengsarane, bakal ketemu senenge. Ingat, sepira gedhening sengsara, yen tinampa amung dadi coba (Jika kamu hanya mengejar kesenangan kamu akan terjerumus ke lembah kesengsaraan. Sebaliknya jika kamu rajin berlatih, mengendalikan hawa nafsu tirakatan, kelak kamu akan menemukan kebahagiaan. Ingat seberat apa pun kesengsaraan yang kamu jalani, jika diterima dengan lapang dada, akan membuahkan hikmah).”

Tarmadji mulai mengharumkan nama PSHT dengan meraih kemenangan di berbagai lomba setelah ia resmi menyandang gelar sebagai pendekar. Kejuaraan yang diraihnya tersebut tidak menjadikannya besar kepala. Ia menerima prestasi-prestasi tersebut dengan penuh rasa syukur.

Perjalanan Tarmadji dalam gelanggang dimulai pertama kali pada tahun 1961. Bersama dengan pasangan mainnya, Abdullah Koesnowidjoyo, Ia berhasil meraih juara 1 dalam permainan ganda tingkat anak-anak se-Jawa Timur. Keberhasilannya itu ia raih kembali dua tahun setelahnya, 1963.

Tiga tahun setelahnya Tarmadji yang kala itu berpasangan dengan RB Wijoyono kembali mengikuti pertandingan. Sayangnya, Tarmadji dan rekannya hanya mampu mengamankan juara II.

Kasus yang sama terjadi lagi pada tahun 1968 saat ikut kompetisi di Jember. Saat itu Tarmadji menyadari bahwa dirinya kurang persiapan. Hal tersebut menjadikan Tarmadji hanya mendapat juara Harapan saja.

Kegagalan kemudian terulang beberapa kali, namun Tarmadji tetap giat berlatih. Kegigihan Tarmadji kemudian membuahkan hasil. Ia mampu menyabet Juara I di Pra-PON VII, Surabaya. Sedangkan di PON VII ja meraih juara III.

Masih banyak prestasi Tarmadji lainnya dalam mencatat sejarah baik PSHT. Selain mengikuti lomba, ia juga sempat mengirim siswa yang dilatihnya untuk mengikuti kejuaraan.

Tarmadji memiliki nasihat yang sampai sekarang masih digunakan dalam falsafah PSHT

“Aja seneng gawe ala ing liyan, apa alane gawe seneng ing liyan (jangan suka membuat susah orang lain, tak ada salahnya berbuat baik)”.

20 Oktober 2015 madiunpos.com mengabarkan bahwa Tarmadji Boedi Harsono tutup usia. Tarmadji merupakan Ketua Dewan Persaudaraan Setia Hati Terate Pusat, Madiun. RS Islam Kota Madiun menjadi tempat hembusan napas terakhir milik laki-laki berusia 69 tahun itu.

Perbedaan Pencak Silat PSHT dan Silat pada Umumnya

PSHT mengutamakan persaudaraan dan juga kombinasi antara ajaran kerohanian (ke-SH-an) dengan gerakan pencak silat. Walau Ki Hadjar Hardjo Oetomo dulunya adalah bagian dari Serikat Islam namun organisasi PSHT tidak terikat dengan Serikat Islam itu sendiri. Hal ini tentunya berbeda dengan beberapa perguruan atau organisasi pencak silat lainnya, misal Pagar Nusa yang terikat dengan NU. Silat lainnya yang terikat dengan organisasi Islam adalah Tapak Suci Putera Muhammadiyah.

Kemunculan PSHT murni berasal dari keinginan  Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang hendak menebarkan kebaikan kepada sesama manusia melalui ajaran Setia Hati. Pencak silat yang mulanya diberikan kepada bangsawan mulai beradaptasi dan diajarkan juga kepada masyarakat umum. Sejarah kemunculan ini berbeda dengan Silat Merpati Putih yang awalnya memang dikhususkan untuk Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di setiap kesatuan ABRI walau sekarang banyak dipelajari secara umum.

PSHT memiliki panggilan khusus yang digunakan untuk menyapa sesama anggotanya. “Mas” digunakan untuk memanggil saudara laki-laki, “mbak” untuk saudara perempuan.

Ilmu yang diajarkan dalam PSHT bukan semata ilmu kanuragan atau yang berkaitan dengan bela diri saja. Ilmu tentang kerohanian juga diberikan dengan porsi yang sama. Dalam panca dasar PSHT, bela diri diposisikan pada nomor 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai keilmuan bela diri tersebut setiap siswa harus mengetahui hal yang paling mendasari PSHT, yaitu persaudaraan.

Pos terkait